SEA Games 2025 yang digelar di Thailand menghadirkan banyak cerita menarik bagi kawasan Asia Tenggara. Ajang dua tahunan ini tidak hanya menampilkan persaingan ketat perebutan medali, tetapi juga menjadi cermin kondisi olahraga masing-masing negara. Thailand sebagai tuan rumah berhasil keluar sebagai juara umum, Indonesia menunjukkan performa yang melampaui ekspektasi, sementara sejumlah cabang olahraga justru memicu evaluasi serius dari Kementerian Pemuda dan Olahraga. Dari kejayaan di arena bela diri hingga kegagalan di lapangan hijau, SBOTOP melihat SEA Games 2025 meninggalkan catatan penting untuk masa depan olahraga regional.
Thailand Kokoh di Puncak Klasemen Medali
Sebagai tuan rumah, Thailand tampil dominan sepanjang perhelatan SEA Games 2025. Negeri Gajah Putih mengakhiri kompetisi di posisi teratas klasemen dengan total 499 medali, terdiri dari 233 emas, 154 perak, dan 112 perunggu. Jumlah ini terpaut cukup jauh dari pesaing terdekatnya, Indonesia, yang finis di peringkat kedua.
Keberhasilan Thailand terasa istimewa karena diraih di tengah berbagai tantangan non-teknis. Situasi politik dan keamanan kawasan, termasuk konflik perbatasan dengan Kamboja yang berujung pada mundurnya negara tersebut dari ajang ini, tidak mengganggu fokus tuan rumah. Thailand justru mampu memaksimalkan statusnya sebagai penyelenggara untuk menunjukkan kedalaman dan konsistensi pembinaan atlet di berbagai cabang olahraga.

Salah satu kunci utama keberhasilan Thailand adalah dominasi di cabang-cabang bela diri. Tinju menjadi ladang emas terbesar dengan raihan 14 medali emas. Selain itu, ju-jitsu, muay thai, dan taekwondo juga menyumbang banyak podium tertinggi, mempertegas reputasi Thailand sebagai kekuatan utama olahraga combat di Asia Tenggara.
Tidak hanya di arena bela diri, atletik juga menjadi sumber emas yang signifikan. Thailand mengoleksi 13 emas dari lintasan dan lapangan, dengan beberapa atlet tampil konsisten di nomor sprint hingga jarak menengah dan jauh. Canoeing dan balap sepeda turut memberikan kontribusi besar, masing-masing dengan raihan dua digit emas. Prestasi ini menunjukkan bahwa Thailand tidak hanya mengandalkan cabang tradisional, tetapi juga berhasil membangun kekuatan di olahraga yang menuntut teknologi, strategi, dan pembinaan jangka panjang.
Meski tampil dominan, Thailand tidak sepenuhnya tanpa cela. Cabang bola basket menjadi salah satu sektor yang meninggalkan rasa kurang puas. Tim putra dan putri Thailand harus puas dengan medali perak di nomor 5×5 setelah kalah dari Filipina di partai final. Hasil ini cukup mengejutkan mengingat Thailand tampil sebagai tuan rumah dan sempat diunggulkan. Kegagalan ini menjadi pengingat bahwa keunggulan kandang tidak selalu menjamin emas, terutama di cabang olahraga yang memiliki persaingan ketat dan faktor mental yang kuat.
Filipina Kembali Menegaskan Identitas sebagai Negara Basket
Filipina mencuri perhatian lewat dominasi mereka di cabang bola basket. Program Gilas kembali membuktikan kualitasnya dengan meraih emas di nomor 5×5 putra dan putri. Kemenangan atas Thailand di final mempertegas status Filipina sebagai kekuatan utama basket di kawasan.
Namun, keberhasilan tersebut belum sepenuhnya merata. Di nomor 3×3, performa Filipina belum sesuai harapan. Tim putra hanya mampu finis di posisi keempat, sementara tim putri gagal menembus babak semifinal. Hal ini menunjukkan masih adanya pekerjaan rumah dalam adaptasi dan pengembangan di format permainan yang berbeda.
Selain basket, Filipina juga tampil solid di berbagai cabang lain. Atletik menyumbang lima emas, disusul cabang menembak dengan empat emas. Gimnastik, modern pentathlon, renang, dan triathlon masing-masing menyumbang tiga emas, memperlihatkan variasi kekuatan kontingen Filipina.
Beberapa atlet bintang tampil menonjol dan menjadi simbol keberhasilan negaranya. Di cabang renang, seorang perenang debutan tampil luar biasa dengan koleksi emas dan perak sekaligus memecahkan rekor SEA Games. Kejutan juga datang dari cabang menembak yang memberikan tambahan emas di luar prediksi awal. Dengan total 50 medali emas, Filipina menutup SEA Games 2025 di peringkat keenam, namun tetap membawa pulang kebanggaan besar dari cabang unggulan mereka.
Indonesia Melampaui Ekspektasi dan Finis di Posisi Kedua
Indonesia menjadi salah satu kontingen yang paling banyak mendapat sorotan positif. Dengan total 333 medali yang terdiri dari 91 emas, 111 perak, dan 131 perunggu, Merah Putih berhasil mengamankan posisi runner-up klasemen akhir. Hasil ini dinilai melampaui ekspektasi awal, mengingat persaingan ketat dengan Vietnam dan tekanan tampil di kandang lawan.
Keberhasilan ini juga berdampak langsung pada apresiasi negara. Pemerintah menyiapkan insentif besar bagi atlet yang berhasil meraih emas, sebagai bentuk penghargaan atas perjuangan dan prestasi mereka di level regional.
Atletik menjadi penyumbang emas terbesar bagi Indonesia dengan total sembilan medali emas. Nomor-nomor lari jarak jauh, jalan cepat, hingga lompat dan lempar memberikan kontribusi signifikan. Selain itu, cabang menembak dan panahan masing-masing menyumbang enam emas, memperlihatkan kekuatan Indonesia di cabang presisi.
Wushu, panjat tebing, judo, pencak silat, dan perahu naga juga menjadi sumber emas yang konsisten. Tidak ketinggalan cabang-cabang seperti angkat besi, bulu tangkis, renang, tenis, dayung, dan aquathlon turut menyumbang emas, menandakan kedalaman skuad Indonesia yang semakin merata. Beberapa atlet bahkan berhasil meraih lebih dari satu emas, khususnya di panahan, yang memperkuat posisi Indonesia sebagai salah satu kekuatan tradisional di cabang tersebut.
Negara-Negara Lain dan Peta Kekuatan Asia Tenggara
Vietnam finis di peringkat ketiga dengan total 278 medali, menunjukkan konsistensi mereka sebagai pesaing utama Indonesia dan Thailand. Malaysia, Singapura, dan Filipina melengkapi enam besar, masing-masing dengan karakter kekuatan yang berbeda.
Sementara itu, negara-negara seperti Myanmar, Laos, Brunei Darussalam, dan Timor Leste berada di papan bawah klasemen. Meski jumlah medali mereka terbatas, kehadiran dan perjuangan atlet-atlet dari negara tersebut tetap menjadi bagian penting dari semangat persatuan SEA Games.
Evaluasi Kemenpora di Balik Prestasi Indonesia
Di balik hasil positif Indonesia, Kementerian Pemuda dan Olahraga menegaskan bahwa evaluasi menyeluruh tetap akan dilakukan. Tidak semua cabang olahraga mampu memenuhi target yang telah ditetapkan sebelum keberangkatan ke Thailand. Evaluasi ini dipandang penting sebagai bagian dari pembinaan jangka panjang menuju Asian Games dan Olimpiade.
Pendekatan evaluasi yang direncanakan tidak hanya menyasar cabang yang gagal, tetapi juga cabang yang memenuhi atau bahkan melampaui target. Dari proses ini, pemerintah berencana menerapkan sistem penghargaan dan sanksi secara berimbang.
Cabang sepak bola putra menjadi perhatian khusus dalam evaluasi Kemenpora. Tim nasional U-22 Indonesia, yang datang dengan status juara bertahan, justru harus tersingkir di fase grup. Hasil ini dinilai jauh dari harapan, meski target awal hanya medali perak.
Kegagalan melaju ke fase gugur disebabkan oleh hasil yang kurang konsisten di penyisihan, sehingga Indonesia kalah bersaing dalam perebutan tiket sebagai runner-up terbaik. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai pembinaan, persiapan, dan konsistensi sepak bola Indonesia di level regional.
Selain sepak bola, beberapa cabang lain seperti bola voli, woodball, dan Esports juga disebut tidak mampu memenuhi target. Kemenpora menegaskan tidak akan menutup mata terhadap capaian tersebut. Salah satu opsi sanksi yang dipertimbangkan adalah penghentian pembiayaan pelatihan nasional bagi cabang yang gagal mencapai target, sehingga mendorong kemandirian dalam pembinaan atlet. Meski demikian, evaluasi ini tidak dimaksudkan untuk mencari kambing hitam. Fokus utamanya adalah memperbaiki sistem, memperkuat fondasi pembinaan, dan meningkatkan daya saing Indonesia di level Asia hingga Olimpiade.
●●●
Kunjungi halaman blog kami untuk membaca berita OLAHRAGA dan informasi pasaran taruhan
Selalu menjadi yang terdepan dalam mendapatkan informasi seputar olahraga dan bursa taruhan



